MENUJU SHALAT YANG KHUSYU

Oleh : Abu Asma

Khusyu’ dalam shalat bukan pekerjaan yang mudah, karena ia merupakan totalitas amal (komunikasi dengan Allah) lewat hati, lidah dan seluruh anggota tubuh. Untuk itu diperlukan kerja keras untuk mendapatkannya.
Di antara usaha-usaha yang harus kita lakukan untuk mendapatkan kekhusyuan, adalah sebagai berikut :
Mempersiapkan diri (jasmani) dengan baik dan sungguh-sungguh.
Hal ini dapat diwujudkan dengan beberapa hal: Pertama, menyempurnakan wudlu dan membaca do’a setelahnya. Kedua, berhias diri dengan memakai pakaian yang bersih dan rapi. Allah I berfirman:

يَابَنِي ءَادَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ ( الأعراف :31)

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,” (Al-A’raaf ; 31)
Ketiga, memperhatikan kebersihan pakaian dan tempat shalat. Karena kebersihan pakaian dan tempat shalat akan menambah ketenangan dan kekhusyuan shalat. Allah I berfirman:

” وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ ” ( المدثر : 4)

“Dan pakaianmu bersihkanlah,” (Al-Muddatstsir ; 4)
Ketiga, bila shalat dilaksanakan secara berjama’ah, hendaklah meluruskan barisan dan merapatkannya, karena setan akan menempati setiap celah yang ada dalam barisan, untuk menggoda orang yang shalat. Rasulullah bersabda e :

” سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلَاةِ ” (رواه البخاري)

Luruskanlah barisan kalian, karena meluruskan barisan bagian dari kesempurnaan shalat” (H.R. Bukhari)
Mempersiapkan jiwa (rohani)
Mempersiapkan jiwa secara total untuk bermunajat dengan Allah I. Hal itu diwujudkan dengan tiga hal: Pertama, memohon perlindungan Allah I dari godaan setan. Karena dia adalah musuh utama manusia, yang selalu berusaha menggoda. Setan selalu berusaha untuk memalingkan manusia dari shalatnya. Sebagaimana ia berusaha menghilangkan kekhusyuan dari orang yang shalat.
Kedua, memurnikan niat hanya untuk Allah semata, tidak untuk yang lain. Apalagi untuk kepentingan duniawi yang murah harganya. Karena baik buruknya ibadah seseorang, sangat tergantung kepada niatnya. Rasulullah e bersabda :

” إِنّمَاَ الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ” (متفق عليه)

“ Sesungguhnya seluruh perbuatan tergantung kepada niat “ (Muttafaq ‘alaih)
Ketiga, selalu mengingat mati. Rasulullah e bersabda:

” اُذكُرِ الموت في صلاتك فإن الرجل إذا ذكر الموت في صلاته لحري أن يحسن صلاته ” (سلسلة الأحاديث الصحيحة : 1421)

“Ingatlah mati dalam shalat kamu. Karena sesungguhnya orang yang ingat mati dalam shalatnya, pasti berusaha memperbagus shalatnya” (Silsilah al-ahaadits ash-Shahiihah ; 1421)
Orang yang merasakan bahwa ia akan mati setelah shalatnya, pasti berusaha menjadikan shalat itu yang terbaik, untuk dijadikan bekal menghadap Allah I.
Thuma’ninah dalam seluruh gerakan shalat.
Rasulullah e bersabda:

” … ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا ” (متفق عليه)

“ Kemudian ruku’lah sampai kamu thuma’ninah dalam ruku’ , kemudian bangkitlah sampai kamu berdiri lurus, kemudian sujudlah sampai kamu thuma’ninah dalam sujud, kemudian bangkitlah sampai thuma’ninah dalam duduk, kemudian sujudlah sampai kamu thuma’ninah dalam sujud, kemudian lakukanlah demikian dalam shalatmu seluruhnya” (Muttafaq ‘alaih)
Yang dimaksud thuma’ninah adalah keadaan tenang, khidmat, tidak tergesa-gesa sehingga memungkinkan setiap anggota badan kembali ke posisinya masing-masing.
Orang yang tidak thuma’ninah dalam shalatnya, sulit untuk mencapai kekhusyuan, bahkan mungkin shalatnya tidak berarti sama sekali. Yang didapatkan olehnya hanya kepenatan dan kelelahan. Rasulullah e memisalkan orang yang tidak thuma’ninah dalam shalatnya, dengan orang yang lapar dan hanya makan satu atau dua biji kurma :

” مثل الذي لايتم ركوعه وينقر في سجوده، مثل الجائع يأكل التمرة والتمرتين لايغنيان عنه شيئا ” (رواه الطبراني)

Perumpamaan orang yang tidak menyempurnakan ruku’nya dan sujudnya, bagaikan seorang yang lapar memakan sebutir dua butir kurma, tidak mengenyangkannya sama sekali” (H.R. Thabrani)[1]
Mentadabburi apa-pa yang dibaca dalam shalat
Merenungkan dan menghayati ayat-ayat dan dzikir-dzikir yang dibaca dalam shalat, membuat shalat lebih bermakna, yang mana sangat tergantung kepada pemahaman orang yang shalat terhadap apa yang dibacanya.
Orang yang memahami apa yang dibacanya dalam shalat, dan mentadabburinya pastilah bertambah kekhusyuannya. Allah I menceritakan keadaan orang-orang yang selalu mentadabburi ayat-ayat-Nya :

” إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا … وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا ” (الإسراء : 107 ، 109)

“Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka bersungkur sambil bersujud, …. Dan mereka bersungkur sambil menangis dan mereka bertambah khusyu`.” (Al-Isra ; 107 , 109)
‘Aisyah menceritakan apa yang dialaminya bersama Rasulullah r: “Pada suatu malam, Rasulullah r bangun seraya berkata: “Biarkanlah aku beribadah kepada Allah I ”… kemudian Beliau melaksanakan shalat malam. Tidak henti-hentinya beliau menangis, air matanya berjatuhan membasahi dadanya dan tanah. Sampai Bilal mengumandangkan adzan, Rasulullah masih tetap menangis. Setelah selesai, Bilal bertanya: “Wahai Rasulullah! mengapa engkau menangis? Bukankah Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?“
Rasulullah menjawab: “Tidakkah aku menjadi hamba yang bersyukur?” Dan tadi malam turun kepadaku ayat, sungguh celakalah orang-orang yang membacanya dengan tidak merenungkannya.” Kemudian Beliau membacakan:

” إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ” (آل عمران : 190)

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, “ (Ali-‘Imraan ; 190)
Untuk membantu mentadabburi apa yang dibaca, hendaknya kita membaca dengan perlahan, sehingga setiap huruf jelas terdengar. Bisa pula dengan mengulang-ulang ayat yang dibaca. Hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah e, sebagaimana yang diceritakan oleh Abu Dzar al-Ghifari t: “Nabi e berdiri (shalat malam) sampai pagi dengan satuayat saja, yaitu ayat :

إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ “

(H.R. Ahmad, Nasa’i dan Ibnu Majah)
Salah seorang shahabat yang bernama Qatadah bin Nu’man t melaksanakan shalat malam, hanya dengan membaca surat Al-Ikhlash berulang-ulang. Dan masih banyak lagi riwayat tentang para shahabat, yang melaksanakan shalat malam hanya dengan membaca satu atau dua ayat saja, secara diulang-ulang.
Untuk mentadabburi bacaan dalam shalat, mau tidak mau seorang muslim harus memahami apa yang dibacanya. Dari itu, alangkah pentingnya mempelajari apa-apa yang dibaca dalam shalat, sampai memahami dan bisa menghayati. Namun saying, banyak di antara kaum muslimin melalaikan hal ini. Padahal merupakan kewajiban yang paling utama, dan ilmu yang wajib dituntut oleh setiap muslim dan muslimah.
Mudah-mudahan walaupun tulisan ini singkat, tapi bisa bermanfaat, bagi yang mendambakan kekhusyuan shalat, guna menemukan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Wallaahu A’lam.


[1] Hadits ini dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shalat al-Tarawih, hlm. 118.

×

 

Bismillah...

Klik kontak kami di bawah ini untuk mengobrol di WhatsApp

× Ada yang bisa kami bantu?