MENGAGUNGKAN BULAN-BULAN HARAM

Oleh : Ust. Ade Hermansyah

Allah I berfirman:

” إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ “( التوبة :36)

“ Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, “ (Q.S. Al-Taubah : 36)
Ayat di atas merupakan sebuah patokan tentang perputaran zaman, yang telah ditetapkan oleh Allah I, sejak saat pertama penciptaan langit dan bumi.
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwasannya, perputaran zaman (waktu) adalah perputaran yang tetap, yang terbagi ke dalam dua belas bulan. Tidak akan bertambah atau berkurang, karena ini adalah satu sistem yang dirancang oleh Allah I yang Maha mengetahui segala sesuatu.
Allah I menegaskan, bahwa jumlah bulan dalam setahun adalah dua belas. Dan yang dimaksud bulan-bulan di sini, adalah bulan-bulan Qamariyyah, yaitu: Muharram, Shafar, Rabî al-Awwal, Rabî al-Akhîr, Jumadâ al-Ûlâ, Jumâdâ al-Tsâniyah, Rajab, Sya’bân, Ramadhân, Dzû al-Qa’dah dan Dzûl al-Hijjah.
Sangat disayangkan, banyak sekali umat Islam, yang kurang memperhatikan bulan-bulan Qamariyyah ini. Padahal banyak sekali hukum Islam, yang terkait dengan hitungan bulan Qamariyah ini. Di antaranya: 1) dalam masalah ibadah, shaum dan haji adalah sangat bergantung kepada hitungan bulan Qamariyyah, 2) dalam perhitungan haul (temu tahun) untuk wajibnya zakat mal, yang dijadikan patokan adalah hitungan bulan Qamariyyah, dan bukan bulan masehi (syamsiyyah), dan 3) hitungan masa ‘iddah perempuan yang diceraikan oleh suaminya, atau ditinggal mati, juga mutlak harus memakai hitungan bulan Qamariyyah.
Banyak di antara kaum muslimin, yang sudah tidak hafal lagi nama-nama bulan Qamariyyah, kecuali Ramadhan dan Syawwal. Padahal sangat penting untuk diperhatikan agar jangan sampai umat Islam melupakannya, yang pada gilirannya mengabaikan banyak hukum Islam.
Di antara kedua belas bulan itu, Allah I memilih bulan-bulan yang istimewa, bulan-bulan yang agung, atau lebih lazim disebut bulan-bulan haram, yaitu: 1) Rajab, 2) Dzû al-Qa’dah, 3) Dzû al-Hijjah. dan 4) Muharram. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah e :

” إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ “(متفق عليه)

“Sesungguhnya masa telah berputar sesuai dengan yang ditetapkan pada saat Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun dua belas bulan, di antaranya empat (bulan) haram. Tiga sambung menyambung, yaitu Dzû al-Qa’dah, Dzû al-Hijjah Muharram, dan (keempat) Rajab Mudhar[1] yang ada di antara Jumadâl-Akhîrah dan Sya’ban.” (Muttafaq ‘alaih)
Mungkin ada yang bertanya mengapa Allah I mengistimewakan keempat bulan itu ?
Jawaban yang paling tepat adalah, bahwa itu adalah hak Allah I yang mutlak. Sebagaimana Allah I menjadikan Mekkah dan Madinah sebagai tanah haram, lebih istimewa dari tempat- tempat lainnya di muka bumi ini. Bila seorang presiden saja bisa mempunyai hak perogratif, maka Allah I sebagai penguasa di atas segala penguasa, raja segala raja, lebih layak lagi untuk memiliki hak itu.
Bangsa Arab sebelum diutusnya Nabi Muhammad r, adalah bangsa yang sangat kuat kesukuannya, dan sangat suka berperang. Api peperangan mudah sekali meletup di antara suku-suku bangsa Arab, walau hanya karena masalah sepele. Mereka berani mengobarkan api peperangan, untuk membela anggota suku masing-masing, tak peduli walau kesalahan ada di pihak anggota mereka.
Namun, walaupun mereka sangat senang berperang, mereka sangat tidak berani untuk melakukan peperangan di bulan-bulan haram. Simaklah apa yang dituturkan oleh salah seorang shahabat Rasulullah e bernama Abu Raja al-‘Athâridî, setelah masuk Islam, ia menceritakan pengalamannya saat ia masih kafir :

” كُنَّا نَعْبُدُ الْحَجَرَ فَإِذَا وَجَدْنَا حَجَرًا هُوَ أَخْيَرُ مِنْهُ أَلْقَيْنَاهُ وَأَخَذْنَا الْآخَرَ فَإِذَا لَمْ نَجِدْ حَجَرًا جَمَعْنَا جُثْوَةً مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ جِئْنَا بِالشَّاةِ فَحَلَبْنَاهُ عَلَيْهِ ثُمَّ طُفْنَا بِهِ فَإِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَجَبٍ قُلْنَا مُنَصِّلُ الْأَسِنَّةِ فَلَا نَدَعُ رُمْحًا فِيهِ حَدِيدَةٌ وَلَا سَهْمًا فِيهِ حَدِيدَةٌ إِلَّا نَزَعْنَاهُ وَأَلْقَيْنَاهُ شَهْرَ رَجَبٍ ” (رواه البخاري )

“Kami dahulu adalah penyembah batu. Apabila kami mendapatkan batu yang lebih bagus dari batu yang kami sembah, kami lemparkan batu (pertama) dan kami ambil batu kedua. Apabila kami tidak mendapatkan batu, kami kumpulkan tanah, kemudian kami ambil domba, lalu kami perah di atas tumpukan tanah itu, lalu kami mengelilinginya (thawaf). Apabila masuk bulan Rajab, kami katakan: “Tidak ada peperangan,” lalu kami lepas besi-besi dari tombak dan panah, dan kami lemparkan di bulan Rajab. (H.R. Bukhari)
Apa yang dikatakan oleh Abû Rajâ di atas, menunjukkan betapa tidak beraninya bangsa Arab, untuk melakukan peperangan di bulan haram. Karena mereka sangat mengagungkannya. Maka bila kita sebagai umat Islam, tidak mengagungkan bulan-bulan haram, berarti kita masih kalah oleh orang-orang Arab Jahiliyah dalam masalah ini.
Bagaimana mengagungkan bulan-bulan haram ?
Setelah kita mengetahui pentingnya mengagungkan bulan-bulan haram. Kita akan bertanya, bagaimana caranya mengagungkan bulan-bulan haram itu ?
Mengagungkan bulan-bulan haram itu dengan dua cara :
1. Tidak mendzalimi diri sendiri dengan berbuat ma’siat.
Allah I berfirman :

” فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ “

maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu”
Para ulama mengatakan: “Dosa akibat berbuat ma’siat di bulan haram, adalah lebih besar dari pada di bulan-bulan lainnya. Sebagaimana dosa berbuat ma’siat di tanah haram (Mekkah dan Madinah), adalah lebih besar dari pada dosa karena ma’siat di tempat-tempat lain di muka bumi ini.
2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah .
Pahala ibadah di bulan-bulan haram, adalah lebih besar dari pada pahala ibadah-ibadah di bulan lain, kecuali Ramadhan.
Maka dengan datangnya bulan-bulan haram ini, terbuka kesempatan emas bagi kita, untuk berlomba-lomba memperbanyak ibadah kita kepada Allah I.
Di antara ibadah yang dianjurkan untuk dilaksanakan di bulan-bulan haram, adalah memperbanyak shaum sunnat. Rasulullah e bersabda :

“أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ ” (رواه مسلم والترمذي والنسائي)

“Shaum yang paling utama setelah Ramadhan, adalah shaum bulan-bulan Allah yang diharamkan. Dan shalat yang paling utama setelah shalat fardlu, adalah shalat malam” (H.R. Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i)
Nampaknya anjuran untuk shaum di bulan-bulan haram, di zaman kita sekarang ini sangatlah cocok, terutama bagi para pemuda dan pemudi.
Di zaman kita sekarang, di mana kema’siatan merajalela, terutama kema’-siatan-kema’siatan yang berhubungan dengan nafsu syahwat, yang sangat menggoda para kawula muda untuk terjun di dalamnya. Maka shaum adalah media yang sangat tepat untuk mengekang nafsu syahwat.
Wallâhu A’lam.


[1] . Dinamakan Rajab Mudhar. Karena dulu qabilah Mudhar yang mempertahankan keyakinan, bahwa bulan Rajab adalah di antara Jumadal-Akhirah dan Sya’ban. Sementara qabilah Rabi’ah menganggap bulan Rajab adalah bulan di antara Sya’ban dan Syawwal.

1 Comment

  • jazakumullahukhairan. ngopy ya

Comments are closed.

×

 

Bismillah...

Klik kontak kami di bawah ini untuk mengobrol di WhatsApp

× WhatsApp