MEMBACA AL-FATIHAH DALAM SHALAT
Oleh : Ust. Ade Hermansyah

Pentingnya Membaca Al-Fatihah dalam Shalat
Betapa pentingnya membaca surat Al-Fatihah dalam shalat, tergambar dalam beberapa sabda Rasulullah sallallah alaih wa sallam, di antranya:
1. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim :

” لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ´”

“ Tidak (sah) shalat orang yang tidak membaca Fatihatul kitab (Al-Fatihah)”
2. Hadits riwayat Muslim:

´مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ فَهِيَ خِدَاجٌ فَهِيَ خِدَاجٌ غَيْرُ تَمَامٍ

“Barang siapa melaksanakan shalat tapi tidak membaca Ummul- Qur’an (Al-Fatihah) maka shalatnya itu kurang, maka shalatnya itu kurang, maka shalatnya itu kurang, tidak sempurna.”
3. Hadits riwayat Muslim yang panjang yang artinya demikian:
Nabi Muhammad  bersabda: “Allah  berfirman: “Aku telah membagi shalat (Al-Fatihah) menjadi dua bagian, untukKu dan hambaKu dan bagi hambaKu apa saja yang ia minta.” Apabila si hamba membaca: “ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ “ (Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam) Allah pun berkata : “Hambaku telah memujiKu”. Apabila si hamba membaca: “الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ“ (Maha Pemberi rahmat di dunia dan Maha Pemberi rahmat di akhirat), Allah pun berkata:“HambaKu telah menyanjungKu”. Apabila si hamba membaca: “مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ “ (Penguasa di hari pembalasan) Allah pun bekata: “ HambaKu telah mengagungkanKu “ atau “HambaKu telah berserah diri kepadaKu”. Apabila si hamba membaca: “إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ “ Allah pun berkata: “ Ini untukKu dan hambaKu berdua dan bagi hambaKu apa yang ia minta.” Apabila si hamba membaca:

“اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ “

(Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus, jalannya orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat, bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalannya orang-orang yang tersesat) Allah pun berkata: “ Ini semuanya untuk hambaKu dan bagi hambaKu apa yang ia minta” (H.R. Muslim)
Kata “الصَّلَاةَ “ dalam hadits di atas masksudnya adalah surat Al-Fatihah, karena Al-Fatihah adalah bagian terpenting dari shalat , dan ini juga menandakan keagungan surat Al-Fatihah.

Hukum Membaca Al-Fatihah
Jumhur ulama berpendapat bahwa membaca Al-Fatihah dalam shalat hukumnya wajib. Mereka berpegang kepada hadits-hadits di atas.
Sementara menurut madzhab Hanafi, membaca Al-Fatihah bukanlah satu kewajiban dalam shalat. Di antara yang mereka jadikan dalil adalah sebagai berikut :
a. Firman Allah  :

” فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ “

“ Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al- Qur’an.” ( Al-Muzzammil ; 29)
b. Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah  dan berkata: “Sungguh aku tidak bisa sedikitpun membaca Al-Qur’an, maka ajarkanlah kepadaku bacaan yang cukup untuk shalat. Maka Rasulullah  bersabda: “ Bacalah

سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ “

( H.R. Ahmad dan Abu Daud )
Namun dalil yang dipegang oleh Jumhur Ulama lebih kuat dari dalil-dalil madzhab Hanafi. Karena pada umumnya setiap muslim hafal surat Al-Fatihah, maka yang termudah dari Al-Qur’an itu adalah surat Al-Fatihah. Sedangkan hadits tentang bolehnya membaca dzikir selain Al-Fatihah adalah untuk orang yang belum bisa sama sekali membaca Al-Qur’an, seperti orang yang baru masuk Islam.

Haruskah Membaca Al-Fatihah di Setiap Raka’at ?
Para ulama yang berpendapat wajibnya membaca Al-Fatihah berbeda pendapat apakah wajib membacanya pada setiap raka’at ?
1. Jumhur ulama mengatakan: wajib membaca Al-Fatihah di setiap raka’at. Dalil mereka adalah:
a. Kata “ الصلاة“ dalam hadits :

” لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ´”

berarti : “ الركعة“ atau raka’at.
b. hadits Jabir  :

” مَنْ صَلَّى رَكْعَةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَلَمْ يُصَلِّ إِلَّا وَرَاءَ الْإِمَامِ ” (رواه مالك والترمذي)

“Barang siapa shalat satu raka’at dan ia tidak membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah) di dalamnya maka berarti dia belum shalat, kecuali bila ia shalat di belakang Imam“ (H. R. Malik dan Tirmidzi)
2. Imam Hasan al-Bashri, Daud dan Ishaq berpendapat bahwa wajibnya membaca Al-Fatihah itu satu kali saja dan di raka’at mana saja. Dalil Mereka :
Kata “ الصلاة“ dalam hadits :

” لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ´”

berarti : shalat secara keseluruhan, tidak bisa diartikan raka’at.
3. Imam Abu Hanifah Zaid bin Ali berpendapat bahwa: wajib membca al-Fatihah pada dua raka’at pertama, sedangkan raka’at terakhir boleh membaca Al-Fatihah boleh juga hanya bertasbih (tasbih seperti di atas), bahkan Abu Hanifah berpendapat boleh diam (tidak membaca apa-apa). Dalil mereka:
Diriwayatkan bahwa ‘Ali bin Abi Thalib  membaca al-Fatihah pada dua raka’at pertama dan bertasbih pada rakaat terakhir.

Ma’mum Membaca Al-Fatihah di Belakang Imam.
A. Dalam Shalat Jahr

Rasulullah pernah membolehkan para shahabat membaca Al-Fatihah pada saat Beliau membaca ayat-ayat (Al-Fatihah dan surat). Itu terjadi ketika Beliau mengimami para shahabat shalat shubuh, setelah selesai shalat Rasulullah bertanya kepada para shahabat: “Sepertinya kalian membaca (ayat Al-Qur’an) di belakang Imam ketika Imam membaca?” Para shahabat menjawab: “Ya, kami membaca ”. Maka Rasulullah  bersabda:

” فَلَا تَفْعَلُوا إِلَّا أَنْ يَقْرَأَ أَحَدُكُمْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ ” (رواه أحمد وأبو داود)

“Janganlah kalian lakukan itu (membaca ketika Imam membaca) kecuali bila seseorang membaca Al-Fatihah” (H. R. Ahmad dan Abu Daud)
Kemudian Rasulullah  melarang sama sekali para shahabat  membaca pada saat Beliau membaca. Itu terjadi ketika Rasulullah  shalat shubuh dan Beliau mendengar ada shahabat yang membaca di belakangnya, maka setelah selesai Beliau bertanya: “Siapa yang membaca bersamaan dengan bacaanku tadi?“ Salah seorang shahabat berkata: “Ya, saya ya Rasulullah!” Rasulullah  berkata lagi: “Kenapa aku harus dibarengi (dalam membaca)?”
Setelah itu para shahabat tidak ada lagi yang membaca pada saat Rasulullah membaca di shalat-shalat jahr. (H.R. Malik, Ahmad dan Abu Daud)
Lalu Rasulullah menjadikan diam dan mendengarkan bacaan Imam dari salah satu kesempurnaan menjadi ma’mum, sebagaimana sabdanya :

” إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا ” (رواه أحمد وأبو داود والنسـائ)

“Sesungguhnya dijadikan imam itu untuk diikuti, maka apabila ia takbir bertakbirlah kalian, dan apabila ia membaca diamlah kalian“ (H.R. Ahmad, Abu Daud dan Nasai)
Serta diamnya ma’mum untuk mendengarkan bacaan imam sudah cukup bagi dia, sehingga tidak perlu lagi membaca Al-Fatihah di belakang imam, sebagaimana sabda Rasulullah  :
” مَنْ كَانَ لَهُ إِمَامٌ فَقِرَاءَةُ الْإِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ ” (رواه ابن ماجة وابن أبي شيبة والدارقطني والطحاوي)
“Barang siapa mempunyai imam, maka bacaan imam adalah bacaan baginya“ (H.R. Ibnu Majah, Ibnu Abi Syaibah, Darquthni dan Thahawi)
Namun kebanyakan ulama terutama madzhab Syafi’i berpendapat bahwa ma’mum wajib membaca Al-Fatihah, dan disunatkan bagi imam untuk memberikan kesempatan kepada ma’mum membaca Al-Fatihah dengan diam (saktah) sebelum memulai membaca ayat.
Dalil mereka adalah :
a. Hadits tentang wajibnya Al-Fatihah secara umum yatiu hadits :
” لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ´
b. Hadits tentang larangan membaca bagi ma’mum kecuali Al-Fatihah :
” فَلَا تَفْعَلُوا إِلَّا أَنْ يَقْرَأَ أَحَدُكُمْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ”
Sedangkan dalil mereka tentang adanya saktah bagi imam adalah :
قَالَ سَمُرَةُ :”حَفِظْتُ سَكْتَتَيْنِ فِي الصَّلَاةِ … وَسَكْتَةً إِذَا فَرَغَ مِنْ فَاتِحَةِ الْكِتَابِ” ( رواه أحمد أبو داود )
Samurah berkata : “Aku hapal dua saktah dalam shalat … dan saktah ketika selesai membaca Al-Fatihah” (H. R. Ahmad dan Abu Daud)
Imam Nawawi berkata: “Imam diam sampai kira-kira ma’mum selesai membaca Al-Fatihah, dan disunatkan bagi imam untuk berdzikir pada saat diam itu.”
B. Dalam Shalat Sirr
Sedangkan dalam shalat sir (Dzuhur dan Ashar) ma’mum harus membaca Al-Fatihah dan surat sendiri-sendiri, sebagaimana diriwayatkan oleh Jabir  :

” كُنَّا نَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ خَلْفَ الْإِمَامِ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الْأُولَيَيْنِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَسُورَةٍ وَفِي الْأُخْرَيَيْنِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ ” (رواه ابن ماجة)

“Kami membaca Al-Fatihah dan surat pada shalat dzuhur dan ashar di belakang imam pada dua raka’at pertama, dan pada dua raka’at terakhir membaca Al-Fatihah saja“ (H.R. Ibnu Majah)
Namun tentunya bacaan ma’mum baik dalam shalat jahr ataupun shalat sir itu jangan sampai terdengar oleh ma’mum lainnya apalagi oleh Imam, sehingga mengganggu yang lain. Abu Hurairah  pernah ditanya tentang membaca al-Fatihah di belakang imam, beliau menjawab: “ Bacalah dalam hatimu” (H.R. Muslim)
Wallaahu A’lam.
Sumber:
1. Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, Imam Nawawi, Daarul Fikr Dimasyq
2. Nailul Authaar, Imam Asy-Syaukaani, Daarul Kutub Al-Ilmiyyah Beirut
3. Shifatu Sholaatin Nabi, Syeikh Al-Albaani, Maktabatul Ma’aarif Riyadh

×

 

Bismillah...

Klik kontak kami di bawah ini untuk mengobrol di WhatsApp

× WhatsApp