Iri hati atau dengki, dalam bahasa Arab disebut “hasad”. Menurut Ibnu Taimiyah, hasad adalah ketidaksenangan seseorang terhadap ni’mat yang diberikan oleh Allah kepada orang lain.
Dengki adalah penyakit berbahaya yang bisa menghancurkan agama dan merontokkan keimanan seseorang, sebagaimana sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam:
“دب إليكم داء الأمم قبلكم الحسد والبغضاء هي الحالقة لا أقول تحلق الشعر ولكن تحلق الدين”
“Telah menjalar pada tubuh kalian penyakit yang menimpa umat manusia sebelum kalian, yaitu kedengkian dan kebencian. Penyakit itu adalah pemangkas. Aku tidak mengatakan memangkas rambut, tapi memangkas agama.”
Berikut ini akan dipaparkan beberapa bahaya yang akan menjerat orang yang iri hati. Pertama, orang yang iri hati berarti membenci takdir Allah. Karena ketidaksenangannya terhadapa ni’mat yang Allah berikan kepada orang lain, sama dengan kebencian terhadap apa yang telah ditentukan oleh-Nya (taqdir).
Kedua, Iri hati melalap kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar. Karena pada umumnya orang yang iri akan menyakiti orang yang mendapat ni’mat itu dengan menyebutkan segala yang tidak disukai darinya, menjauhkan manusia darinya, meremehkan kedudukannya, dan lain-lain. Dan ini merupakan dosa besar yang menghapus kebaikan-kebaikan.
Ketiga, Kekecewaan yang bersemayam dalam hati seorang pendengki, dan api yang melalapnya. Setiap kali melihat ni’mat yang diberikan Allah kepada orang yang ia dengki, ia merasa sedih dan sesak dada, hal mana membuatnya selalu mengawasi orang yang ia dengki. Bila orang itu mendapatkan ni’mat, ia bersedih dan dunia terasa sempit baginya.
Keempat, memiliki sifat iri berarti menyerupai orang-orang Yahudi. Sebagaimana diketahui bahwa orang yang memiliki satu sifat dari sifat-sifat orang kafir, berarti ia adalah bagian dari mereka dalam sifat ini. Rasulullah sallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“من تشبه بقوم فهو منهم”
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia adalah bagian dari mereka.”
Kelima, Sehebat apapun dan sekuat apapun kedengkian yang dimiliki seseorang tidak mungkin bisa menghilangkan ni’mat yang didapat oleh orang lain.
Keenam, sifat dengki bertentangkan dengan kesempurnaan iman, sebagaimana sabda Rasulullah sallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“لا يؤمن لأحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه”
“Tidak sempurna iman seseorang, sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.”
Kecintaan seseorang kepada saudarnya itu menuntutnya untuk tidak senang bila ni’mat Allah itu lenyap dari saudaranya. Maka bila anda merasa senang bila ni’mat yang didapatkan oleh orang lain itu lenyap, berarti anda belum mencintainya, dan ini bertentangan kesempurnaan iman.
Ketujuh, Kedengkian memalingkan hamba dari meminta kepada Allah untuk menganugerahkan karunia-Nya. Setiap saat ia memperhatikan ni’mat yang Allah berikan kepada orang lain, namun tidak meminta karunia Allah. Padahal Allah telah berfirman:
وَلا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِه” النساء الآية: 32
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya”.
Kedelapan, Kedengkian menyebabkan seseorang meremehkan ni’mat yang Allah berikan kepadanya.. Artinya orang yang dengki itu beranggapan bahwa dirinya tidak mendapatkan ni’mat, dan bahwasanya orang yang didengki itu mendapatkan ni’mat yang lebih besar darinya, dan ketika itulah ia menganggap kecil nikmat yang didapatkannya, sehingga ia tidak bisa mensyukurinya.
Kesembilan, Dengki adalah perangai yang buruk. Karena seorang pendengki mencari-cari ni’mat Allah yang diberikan kepada seseorang, ia berusaha semampu mungkin untuk menghalangi manusia dari orang yang ia dengki, kadang dengan cara menjatuhkan martabatnya, atau dengan mencela kebaikan yang dilakukannya, atau dengan cara lainnya.
Kesepuluh, Sesungguhnya seorang pendengki ketika ia mendengki, biasanya ia melakukan perbuatan yang menyakiti orang yang ia dengki. Hal itu berarti orang yang ia dengki mengambil kebaikan si pendengki apabila ada kebaikan padanya, namun bila tidak ada kebaikan pada si pendengki, maka kejelekan orang itu dipindahkan kepadanya, lalu ia dicampakkan ke dalam neraka,
Pendek kata, dengki itu adalah sifat yang tercela, namun disayangkan kedengkian itu banyak terjadi pada ulama dan pencari ilmu. Kedengkian ada di antara para pedagang, sehingga mereka saling mendengki dan setiap pekerja mendengki pekerja lain yang bersama , dengannya. Akan tetapi sangat disayangkan, ternyata kedengkian di antara para ulama dan pencari ilmu lebih keras, padahal sepatutnya orang-orang yang memiliki ilmu adalah orang yang paling jauh dari kedengkian dan paling dekat kepada akhlak yang mulia.
Bila kita melihat seseorang mendapatkan ni’mat dari Allah, berusahalah untuk mendapatkan ni’mat yang seperti itu, tetapi jangan membenci orang yang mendapat ni’mat itu. Sebaiknya kita mengatakan: “Ya Allah tambahkanlah karunia-Mu baginya dan berikanlah kepadaku yang lebih baik dari itu.”
Sumber: Kitab al-‘Ilm karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin.