IMPLEMENTASI KHUSYU DALAM PERILAKU
Oleh : Abu Muhammad
Shalat dalam kehidupan manusia
Shalat adalah miniatur kehidupan seorang hamba. Baik buruknya tingkah laku seorang hamba, sangat tergantung kepada baik buruknya shalat yang ia laksanakan. Juga sebaliknya, baik buruknya shalat akan tergambar dalam perilakunya sehari-hari.
Rasulullah e bersabda :
” أَوَّلُ مَايُحَاْسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلاَةُ فَإِنْ صَلُحَتْ صَلُحَ سَاِئرُ عَمَلِهِ َوِإنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ ” (رواه الطبراني)
“ Yang paling pertama akan diperiksa, dari seorang hamba di hari qiamat, adalah shalatnya. Seandainya shalatnya baik, maka baiklah seluruh amalnya, dan seandainya shalatnya buruk (rusak), maka buruk pula lah seluruh amalnya” (H.R. Thabrani)[1]
Hadits ini menjelaskan, bahwa seluruh amal perbuatan seorang hamba di hari qiamat, ditentukan oleh shalatnya. Namun, tentunya tidak hanya di hari qiamat saja, di dunia pun seperti itu pula. Karena apa yang terjadi di akhirat, adalah hasil dari apa yang terjadi di dunia.
Perilaku orang yang khusyu’
Orang yang khusyu’ dalam shalatnya, merasakan bahwa ketika shalat, ia sedang berhadapan dengan AllahI, merasakan pertemuan sesungguhnya dengan Allah I, untuk menumpahkan segala perasaan yang ada dalam hatinya.
Allah I berfirman :
“وَاسْتَعِينُوا الصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ” (البقرة : 45-46 )
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu`, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. “ (Al-Baqarah ; 45-46)
Keasyikan orang yang khusyu’ saat berkomunikasi dengan Allah I, lewat bacaan-bacaan dan dzikir-dzikir, membuatnya hanyut dalam sebuah kenikmatan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Tidak ada yang terbayang dalam benaknya, selain keagungan Allah I. Tidak ada yang mengusik kalbunya, selain kecintaan kepada Allah I yang tiada taranya. Membuatnya bagaikan patung saat berdiri, bagaikan seorang budak yang hina saat ruku’, sujud dan duduk.
Semuanya dilalui dengan kebahagiaan dan kenikmatan yang tiada bandingannya. Ia benar-benar merasa sedang berhadapan dengan Allah I, yang memperhatikan segala ucapan dan gerak geriknya. Rasulullah r bersabda :
” إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلَاتِهِ فَإِنَّمَا يُنَاجِي رَبَّهُ أَوْ رَبُّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ قِبْلَتِهِ ” ( رواه البخاري )
“Sesungguhnya seseorang di antara kalian, apabila sedang berdiri shalat, sebenarnya ia sedang berbisik kepada Tuhannya, atau Tuhannya ada di antara dia dengan qiblatnya “ (H.R. Bukhari)
Apa yang didapatkannya dalam shalat, tergambar dalam tingkah laku dan perbuatan di luar shalat. Orang yang khusyu’ dalam shalatnya, pasti baik pula amal perbuatannya.
Dalam surat Al-Mu’minun ayat ; 3 – 9, Allah I menyebutkan tingkah laku orang-orang yang khusyu, dalam kehidupannya sehari-hari. Pertama, menjauhi hal-hal yang tidak bermanfaat, sebagaimana firman-Nya:
” وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ”
“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,”
Orang yang khusyu’ merasa bahwa seluruh hidupnya adalah pengabdian kepada Allah semata, ia tidak ingin pengabdiannya dinodai oleh perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat, tidak bernilai di sisi Allah I dan memalingkan dirinya dari Allah I.
Kedua, menunaikan zakat
” وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ “
“Dan orang-orang yang menunaikan zakat”
Orang yang khusyu’, merasa bahwa dirinya dan seluruh apa yang dimilikinya, adalah milik Allah semata, maka ia tidak akan merasa berat untuk memberikan kelebihan harta yang dimiliki, kepada orang-orang yang membutuhkan. Ia yakin bahwa dalam hartanya ada hak orang-orang miskin. Ia tidak rela dirinya bergelimang harta, sementara saudara-saudaranya bergelimang derita.
Ketiga, menjaga kehormatan
” وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ “
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.”
Orang yang khusyu’, setelah merasakan kebahagian yang tak terhingga dalam shalatnya, yakin bahwa masih ada lagi kebahagiaan yang lebih sempurna, yang disiapkan oleh Allah I di akhirat kelak. Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. (Ar-Rahmaan ; 56) Gadis-gadis remaja yang sebaya. (An-Naba ; 33)
Maka ia tidak perlu menumpahkan dorongan syahwatnya, untuk mendapatkan kenikmatan, di luar pernikahan yang dibenarkan oleh Allah I dan rasul-Nya e. Karena walaupun itu nikmat, tapi sangat terbatas dan sangat tidak sehat, yang akan membuatnya sengsara sampai sekarat dan menyesal di akhirat.
Keempat, menjaga amanah dan menepati janji
“وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ”
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janji-nya,”
Orang yang khusyu’ yakin bahwa memelihara amanah dan menepati janji adalah perintah Allah I. Ia yakin bahwa amanat dan janji adalah tanggung jawab, yang akan ditanyakan di akhirat kelak. Allah I berfirman:
“وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا ” (الإسراء :34)
“dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. “ (Al-Isra ; 34)
Kelima, selalu menjaga shalat
“وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ “
“ Dan orang-orang yang memelihara shalat-nya.”
Orang yang telah menemukan kebahagiaan dalam kekhusyuan shalatnya, akan selalu menanti saat-saat itu berulang. Untuk itu, ia selalu menantikannya, melaksanakannya tepat pada waktunya. Bila waktu shalat tiba, tidak ada dalam benaknya, selain shalat yang membuatnya bahagia, mereguk kebahagiaan tiada tara, di sisi Allah Pencipta alam semesta.
Alhasil, shalat yang khusyu’ akan membentuk pribadi yang baik di sisi Allah I, selalu berbuat amal shaleh dan menjauhi perbuatan–perbuatan salah. Dia akan selalu menjaga dirinya dari dosa-dosa besar, dan tidak terus-menerus melakukan dosa-dosa kecil. Allah I berfirman :
“وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ ” ( العنكبوت :45)
“Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesung-guhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Ankabuut ; 45)
Orang yang khusyu akan merasa selalu diawasi oleh Allah I, sehingga tidak berani melakukan perbuatan yang tidak diridhoi oleh Allah I. Ia selalu merasa takut, kalau shalatnya rusak karena perbuatan ma’siatnya kepada Allah I. Wallaahu A’lam.
[1] . Hadits ini dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Abani, dengan banyaknya sanad yang saling menguatkan satu sama lain. Lihat al-Silsilah al-Shahihah, juz III, hlm.343, no. 1358.