ثم سُئل حفظه الله : يقول فضيلة الشيخ وفقكم الله :
بعض الناس يختم اسمه بـ (السلفي) أو (الأثري)، فهل هذا من تزكية النفس ؟ أو هو موافـــق للشـرع؟

Pertanyaan, “Sebagian orang mengakhiri namanya dengan embel-embel assalafy atau al atsary. Apakah tindakan ini termasuk memuji diri sendiri ataukah malah sejalan dengan syariat?”

فأجاب حفظه الله :
المفروض أن الإنسان يتبع الحق ، المطلوب أن الإنسان يبحث عن الحق ويطلب الحق ويعمل به ،

Jawaban Syaikh Shalih al Fauzan, “Yang menjadi kewajiban setiap orang adalah mengikuti kebenaran (baca: manhaj salafy). Yang diperintahkan atas setiap orang adalah mencari kebenaran lalu mengamalkannya.

أما أنه يُسمى بـ (السلفي) أو (الأثري) أو ما أشبه ذلك فلا داعي لهذا ، الله يعلم سبحانه وتعالى

Adapun menamai diri sendiri dengan embel-embel assalafy atau al atsary atau semisal itu maka itu adalah tindakan yang tidak perlu dilakukan. Allah mengetahui realita senyatanya dari kondisi seseorang.

(قل أتعلمون الله بدينكم والله يعلم ما في السماوات وما في الأرض والله بكل شيء عليم) .

Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah apakah kalian hendak memberi tahu Allah tentang ketaatan kalian. Dan Allah itu mengetahui semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi. Dan Allah itu mengetahui segala sesuatu” [QS al Hujurat:16].

التسمي : (سلفي) ، (أثري) أو ما أشبه ذلك، هذا لا أصل له ، نـحن ننظر إلى الحقيقة ، ولا ننظر إلى القول والتسمي والدعاوى .

Memberi embel-embel assalafy, al atsary atau semisalnya di belakang nama seseorang adalah perbuatan yang tidak berdasar. Kita melihat realita senyatanya, bukan pengakuan, embel-embel dan klaim.

قد يقول إنه (سلفي) وما هو بسلفي (أثري) وما هو بأثري ، وقد يكون سلفياً وأثرياً وهو ما قال إني أثري ولا سلفي .

Boleh jadi ada orang yang mengaku-aku dirinya sebagai salafy padahal dia bukanlah salafy atau mengaku-aku atsary padahal bukan atsary. Boleh jadi ada seorang yang benar-benar salafy dan atsary namun dia tidaklah menyebut-nyebut dirinya sebagai atsary atau pun salafy.

فالنظر إلى الحقائق لا إلى المسميات ولا إلى الدعاوى ، وعلى المسلم أنه يلزم الأدب مع الله سبحانه وتعالى .

Yang jadi tolak ukur adalah realita senyatanya, bukan semata-mata klaim. Menjadi kewajiban setiap muslim untuk beradab kepada Allah.

لما قالت الأعراب آمنا أنكر الله عليهم: ( قالت الأعراب آمنا قل لم تؤمنوا ولكن قولوا أسلمنا )

Tatkala orang-orang arab badui mengatakan, “Kami telah beriman” Allah menegur mereka dengan firman-Nya yang artinya, ”Orang-orang badui mengatakan, ”Kami telah beriman”. Katakanlah kalian belum beriman akan tetapi katakanlah kami telah berislam” [QS al Hujurat:14].

الله أنكر عليهم أنهم يصفون أنفسهم بالإيمان ، وهم ما بعد وصلوا إلى هذه المرتبة، توُّهُم داخلين في الإسلام .

Allah menegur mereka karena mereka memberi label iman kepada diri mereka sendiri karena salah pahal dengan status mereka yang telah masuk ke dalam Islam padahal mereka belum sampai level tersebut

أعراب جايين من البادية ، وادعوا أنهم صاروا مؤمنين على طول! لا.. أسلَموا دخلوا في الإسلام ، وإذا استمروا وتعلموا دخل الإيمان في قلوبهم شيئاً فشيئاً :

Orang-orang badui yang baru saja datang dari perkampungan nomaden mengklaim bahwa diri mereka adalah orang-orang yang beriman. Ini tentu saja tidak benar. Mereka baru saja berislam alias baru saja masuk Islam. Jika mereka terus berislam dan mau terus mengkaji maka iman akan masuk ke dalam hati mereka sedikit demi sedikit.

(ولما يدخل الإيمان في قلوبكم) كلمة (لمّا) للشيء الذي يُتوقع ، يعني سيدخل الإيمان ، لكن أنك تدعيه من أول مرة تزكية للنفس.

Allah berfirman (yang artinya), “Dan iman itu belum masuk ke dalam hati kalian” [QS al Hujurat:14]. Kata-kata lamma yang kita terjemahkan dengan ’belum’ adalah kata-kata yang digunakan untuk menunjukkan akan terwujudnya apa yang diharapkan. Artinya iman akan masuk ke dalam hati mereka. Akan tetapi tiba-tiba anda mengklaim diri anda sebagai orang yang beriman maka ini termasuk memuji diri sendiri yang merupakan perbuatan terlarang.

فلا حاجة إلى أنك تقول أنا (سلفي) .. أنا (أثري) أنا كذا.. أنا كذا ، عليك أن تطلب الحق وتعمل به، تُصلح النية والله هو الذي يعلم سبحانه الحقائق.
العلامة صالح بن فوزان الفوزان

Tidak perlu anda mengatakan ‘Saya salafy, Saya atsary’, saya demikian atau demikian. Kewajiban anda adalah mencari kebenaran lalu mengamalkannya. Perbaikilah niat dan Allah itu yang mengetahui hakekat senyatanya”.
Sumber:
http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=15967
Catatan:
Hendaknya hati kita berlapang dengan perbedaan di antara para ulama.
Jangan jadikan ijtihad seorang ulama ahli sunnah sebagai manhaj salaf sehingga tidak menerima diskusi dan kritik
Artikel www.ustadzaris.com

×

 

Bismillah...

Klik kontak kami di bawah ini untuk mengobrol di WhatsApp

× Ada yang bisa kami bantu?